Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan denda Rp300 juta kepada terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL) atas tindak pidana pemerasan terhadap anak buahnya di lingkungan Kementerian Pertanian.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntutnya selama 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta atau subsider enam bulan kurangan.
Selain itu, Syahrul Yasin Limpo juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp14 miliar dan US$30 ribu (sekitar Rp490 juta). Sebab, SYL disebut menerima “uang patungan” yang dikumpulkan dari pejabat eselon 1 di Kementan untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan pribadinya maupun keluarga serta koleganya selama rentang tahun 2019-2023.
Dalam pertimbangannya Majelis Hakim Tipikor menyebut terdakwa Syahrul Yasin Limpo memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang didakwaan kepadanya.
“Untuk menjatuhkan pidana diperlukan pertimbangan yang memberatkan terdakwa yaitu berbelit-belit memberikan keterangan, selaku penyelenggara negara tidak memberikan teladan yang baik, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujar Ketua Majelis Hakim PN Tipikor.
“Terdakwa dan keluarganya menikmati hasil tindak pidana korupsi.”
“Hal yang meringankan, terdakwa sudah berusia lanjut, belum pernah dihukum dan berkontribusi positif selaku Mentan dalam menangani krisis pangan saat pandemi,” papar hakim.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Meyer Simanjuntak, meyakini Syahrul Yasin Limpo (SYL) menerima Rp44,2 miliar dan US$30 ribu (setara Rp490 juta) dari pegawai kementerian selama menjabat sebagai Menteri Pertanian.
Uang puluhan miliar itu disebut jaksa dipakai untuk kepentingan pribadi SYL serta keluarganya. Beberapa di antaranya yang terungkap adalah untuk kado undangan, Partai Nasdem, acara keagamaan, charter pesawat, bantuan bencana alam, keperluan ke luar negeri, umrah, hingga kurban.